SEORANG POLISI
Tugas, Wewenang dan Fungsi Kepolisian
Pada hakekatnya tugas pokok Polri adalah menegakkan hukum, membina keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) serta pelayanan dan pengayom masyarakat. Secara sektoral tugas pelayanan Polri kepada masyarakat dapat dikelompokkan ke dalam struktur fungsi-fungsi sebagai berikut :
1. Fungsi Intelpam
1. Upaya pengamanan masyarakat terhadap segala bentuk ancaman untuk menghilangkan kerawanan-kerawanan Kamtibmas,
2. Upaya pengamanan, pengawasan, perlindungan, dan penindakan terhadap orang asing,
3. Penyidikan terhadap kasus-kasus pelanggaran ketentuan perundang-undangan tentang orang asing,
4. Pengamanan dan pengawasan perizinan senjata api, amunisi dan bahan peledak serta alat/bahan berbahaya lainnya,
5. Penyelidikan terhadap penyimpan/penimbunan, penggunaan, pemindahan tangan senjata api, amunisi dan bahan peledak serta alat/bahan berbahaya lainnya termasuk radio aktif yang bukan organik ABRI,
6. Upaya pengamanan atau pengawasan kegiatan masyarakat.
2. Fungsi Serse
1. Menerima laporan/pengaduan,
2. Mendatangi TKP,
3. Melakukan penindakan.
3. Fungsi Samapta
1. Menyelenggarakan dan melaksanakan tugas-tugas penjagaan, pengawalan,patroli dan tindakan pertama ditempat kejadian (TPTKP),
2. Memberikan pertolongan dalam rangka SAR,
4. Fungsi Lantas
1. Surat Izin Mengemudi,
2. Surat Tanda Kendaraan bermotor,
3. Buku Pemilik kendaraan Bermotor,
4. Menyelenggarakan pengawalan,
5. Menangani laka lintas,
6. Menyelenggarakan peraturan lalu lintas.
5. Fungsi Bimmas
1. Membimbing, mendorong, mengarahkan dan menggerakkan, masyarakat guna terwujudnya daya tangkal dan daya cegah,
2. Tumbuhnya daya perlawanan masyarakat terhadap kriminalitas serta terwujudnya ketaatan serta kesadaran hukum masyarakat,
3. Pembinaan potensi masyarakat untuk memelihara dan menciptakan situasi dan kondisi masyarakat yang menguntungkan bagi pelaksanaan tugas kepolisian serta mencegah timbul faktor kriminogen,
4. Pembinaan keamanan swakarsa,
5. Menyelenggarakan dan memberikan bimbingan dan penyuluhan,
6. Pembinaan dan bimbingan terhadap remaja dan anak-anak, kenakalan remaja.
6. Fungsi Pembinaan Personnel
Fungsi ini dimasukkan ke dalam tugas-tugas pelayanan masyarakat mengingat dalam kenyataan sehari-harinya juga melayani para Purnawirawan,warakauri dan sebagian kelompok pemuda dalam rangka :
· Penerimaan dan seleksi personel baru,
· Administrasi pengakhiran dinas termasuk pembinaan administrasi purnawirawan/warakauri dan yatim piatu keluarga besar Polri.
Untuk melaksanakan tugas dan fungsi tersebut, kepada masing-masing anggota polisi diberi wewenang. Wewenang kepolisian diatur dalam pasal 15 Undang-Undang No. 28 Tahun 1997 :
a. Menerima laporan dan pengadaan.
b. Melakukan tindakan pertama di tempat kejadian.
c. Mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang.
d. Mencari keterangan dan barang bukti.
e. Menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal Nasional.
f. Membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat menganggu ketertiban umum.
g. Mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat.
h. Mengawasi aliran kepercayaan yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan dan kesatuan bangsa.
i. Memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan putusan pengadilan kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakat.
j. Melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian dalam rangka pencegahan.
k. Menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu.
l. Mengeluarkan surat izin dan/atau surat keterangan yang diperlukan dalam rangka pelayanan.
m. Mengeluarkan peraturan Kepolisian dalam lingkup kewenangan administratif Kepolisian yang mengikat warga masyarakat.
Konsep Diskresi Kepolisian
Konsep mengenai diskresi Kepolisian terdapat dalam pasal 18 Undang-undang Kepolisian Nomor 2 tahun 2002, yang berbunyi :
1. Untuk kepentingan umum, pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri.
2. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan dalam keadaan yang sangat perlu dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan serta Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Rumusan kewenangan Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam pasal 18 ayat (1) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 ini merupakan kewenangan yang bersumber dari asas kewajiban umum Kepolisian (plichtmatigheids beginsel) taitu suatu asas yang memberikan kewenangan kepada pejabat kepolisian untuk bertindak atau tidak bertindak menurut penilaiannya sendiri, dalam rangka kewajiban umumnya menjaga, memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum.
Secara umum, kewenangan ini dikenal sebagai “diskresi kepolisian” yang keabsahannya didasarkan pada pertimbangan keperluannya untuk tugas kewajiban (PFLICHTMASSIGES ERMESSEN). Substansi Pasal 18 ayat (1) Undang-undang Kepolisian Nomor 2 Tahun 2002 merupakan konsep kewenangan kepolisian yang baru diperkenalkan walaupun dalam kenyataan sehari-hari selalu digunakan. Oleh karena itu, pemahaman tentang “diskresi kepolisian” dalam pasal 18 ayat (1) harus dikaitkan juga dengan konsekuensi pembinaan profesi yang diatur dalam pasal 1, 32, dan 33 Undang-undang Nomor 2 tahun 2002 sehingga terlihat adanya jaminan bahwa petugas Kepolisisan Negara Republik Indonesia akan mampu mengambil tindakan secara tepat dan professional berdasarkan penilaiannya sendiri dalam rangka pelaksanaan tugasnya.Rumusan dalam pasal 18 ayat (2) merupakan rambu-rambu bagi pelaksanaan “diskresi” sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu selain asas keperluan, tindakan diskresi tetap harus sesuai dan memperhatikan peraturan perundang undangan serta kode etik profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Pada awal tahun 1985 kita hanya mengenal istilah “Kode Etik Polri” , Kode Etik Polri ini ditetapkan oleh Kapolri dengan Surat Keputusan Kapolri No. Pol. : Skep/213/VII/1985 tanggal 1 Juli 1985 yang selanjutnya naskah dimaksud terkenal dengan “Naskah Ikrar Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia beserta pedoman pengamalannya” , yang biasa di ucapkan /diikrarkan sesaat menjelang akhir suatu pendidikan. Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1997 dimana pada pasal 23 mempersyaratkan adanya Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia, maka pada tanggal 7 Maret 2001 diterbitkan buku Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan Keputusan Kapolri No. Pol. : KEP/05/III/2001, serta Kep. Kapolri No.Pol : KEP/04/III/2001 tentang Buku Petunjuk Administrasi Komisi Kode Etik Polri. Adapun landasan dari Kode Etik Profesi Polri ini adalah UU. Kepolisian No. 28/ 1997.
Seiring dengan dikeluarkannya UU Kepolisian yang baru yaitu UU No. 2 tahun 2002, terdapat pula beberapa perubahan terhadap Kode Etik Profesi Polri. Pada UU.No.2/2002, yaitu pada bab V (pasal 31s/d 35) mengatur secara khusus mengenai “Pembinaan Profesi” (Polri). Salah satu upaya dalam rangka pembinaan Profesi Polri adalah melalui Pembinaan Etika Profesi, yaitu seperti pada pasal 32 (1) UU. No 2/2002 , yang berbunyi :
“Pembinaan kemampuan profesi pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia diselenggarakan melalui pembinaan etika profesi…..”.
Selanjutnya etika profesi ini kemudian diwujudkan pada apa yang disebut dengan Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia, seperti yang diatur pada pasal 34 dan 35 UU. No. 2/2002 :
· “Pasal 34 :
1) Sikap dan perilaku pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia terikat pada Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.
2) Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat menjadi pedoman bagi pengemban fungsi kepolisian lainnya dalam melaksanakan tugas sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di lingkungannya.(3) Ketentuan mengenai Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia diatur dengan Keputusan Kapolri.
· Pasal 35:
1) Pelanggaran terhadap Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia oleh pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia diselesaikan oleh Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia.
2) Ketentuan mengenai susunan organisasi dan tata kerja Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia diatur dengan Keputusan Kapolri.” Ketentuan yang berkaitan dengan Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia, sesuai dengan amanat Undang-undang No.2/2002 pasal 34 & 35 kemudian di wujudkan melalui Kep. Kapolri No.Pol. : KEP/01/ VII/2003, tentang Naskah Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Kode etik ini adalah merupakan pedoman perilaku dan moral bagi anggota polri bagi anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, sebagai upaya pemuliaan terhadap profesi kepolisian, yang berfungsi sebagai pembimbing pengabdian, sekaligus menjadi pengawas hati nurani setiap anggota agar terhindar dari perbuatan tercela dan penyalahgunaan wewenang.Kode etik profesi Kepolisian adalah merupakan kristalisasi nilai-nilai yang terkandung dalam Tri Brata dan Catur Prasetya bersifat Normatif Praktis sehingga dapat digunakan untuk menilai kepatuhan dan kelayakan tindakan dari segi persyaratan teknis profesi .
Etika profesi Kepolisian memuat 3 (tiga) substansi etika yaitu Etika Pengabdian, Kelembagaan dan Kenegaraan, yang pengertiannya adalah :
· Etika pengabdian; merupakan komitmen moral setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia terhadap profesinya sebagai pemelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, penegak hukum serta pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat. Etika Pengabdian pada Kode Etik Profesi Kepolisian di jabarkan dalam pasal 1 s/d 7.
· Etika kelembagaan; merupakan komitmen moral setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia terhadap institusinya yang menjadi wadah pengabdian dan patut dijunjung tinggi sebagai ikatan lahir batin dari semua insan Bhayangkara dengan segala martabat dan kehormatannya. Etika Kelemagaan dijabarkan pada pasal 8 s/d 12
· Etika kenegaraan; merupakan komitmen moral setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dan institusinya untuk senantiasa bersikap netral, mandiri dan tidak terpengaruh oleh kepentingan politik, golongan dalam rangka menjaga tegaknya hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Etika Kenegaraan ini dijabarkan pada pasal 13 s/d 16.
Kode etik Profesi Kepolisian (KEP. Kapolri No. : KEP/01/VII/ 2003) yang baru ini lebih operasional dibanding dengan Kode Etik Profesi sebelumnya (Kep Kapolri No. : Kep/04/III/2001 dan Kep/05/III/2001) , hal ini dikarenakan pada Kode Etik Profesi Kepolisian yang baru masing-masing bentuk etika (Pengabdian, Kelembagaan dan Kenegaraan) diatur perilaku-perilaku yang Etis dan yang tidak Etis lebih rinci, sehingga ada batasan jelas yang dibakukan, selain itu juga diatur pula bentuk sanksinya dan cara penegakannya.
Langkah apa saja yang telah dilakukan oleh pihak kepolisian menuju tercapainya PROFESIONALISME
Untuk mewujudkan tugas pokok tersebut tentunya perlu dukungan dari masyarakat. Partisipasi masyarakat dalam mewujudkan keamanan dan ketertiban serta penegakan hukum adalah sangat penting. Partisipasi itu bisa terwujud apabila masyarakat merasa memiliki dan mencintai Polri. Hal itu bisa terwujud jika Polri dapat merebut hati masyarakat, dekat dengan masyarakat dengan menunjukkan sikap, perilaku, dan pelayanan yang baik kepada masyarakat.
Harapan Masyarakat terhadap Kinerja Polri Harapan masyarakat sudah banyak disebutkan pada perbincangan sebelumnya, yang pada intinya masyarakat ingin agar Polri dapat mewujudkan tugas pokoknya dengan baik, yang dilandasi oleh moralitas, profesionalisme sebagai polisi sipil, dan memiliki kedekatan dengan rakyat yang positif. Harapan itu sebenarnya tidak berlebihan. Untuk itu, setiap anggota Polri juga harus memperhatikan beberapa hal, yaitu:
1. Mengenal diri, artinya tahu dan paham, dan menghayati benar siapa dirinya (sebagai anggota polisi sipil), paham dan menghayati tugasnya dan bagaiman melakukan tugas dengan baik, serta memahami apa yang menjadi keharusan dan larangannya.
2. Integritas pribadi, artinya bersikap jujur, adil, dan amanah dalam melakukan tugas.
3. Pengendalian diri, yang berarti dapat menunda gratifikasi dan bertindak secara proporsional serta tidak emosional.
4. Komitmen dan konsistensi, artinya memiliki tekad yang kuat untuk menjadi polisi yang baik sebagai pelindung, pengayom,dan pelayan masyarakat.
5. Kepercayaan diri, artinya dalam melaksanakan tugas tidak bersikap ragu-ragu, tegas tetapi tetap terukur dan tetap sopan santun.
6. Fleksibel, berarti tidak bersifat kaku dalam bertindak.
SEORANG PROGRAMER
Dalam setiap profesi kita butuh memiliki sikap profesionalisme, apaun itu bidangnya yang sedang anda lakukan. Kita juga perlu mengetahui kode etik professional yang harus dimiliki oleh seorang IT. Dan berikut adalah ciri-ciri profesionalisme yang dibutuhkan seorang IT:
· Memiliki pengetahuan yang tinggi di bidang TI
· Memiliki ketrampilan yang tinggi di bidang TI
· Memiliki pengetahuan yang luas tentang manusia dan masyarakat, budaya, seni, sejarah dan komunikasi
· Tanggap tehadap masalah client, paham terhadap isu-isu etis serta tata nilai kilen-nya
· Mampu melakukan pendekatan multidispliner
· Mampu bekerja sama (Team Work)
· Bekerja dibawah disiplin etika
· Mampu mengambil keputusan didasarkan kepada kode etik, bila dihadapkan pada situasi dimana pengambilan keputusan berakibat luas terhadap masyarakat
Kode Etika Profesional
Pengertian kode etik profesi
Kode etik profesi merupakan sarana untuk membantu para pelaksana sebagai seseorang yang professional supaya tidak dapat merusak etika profesi. Kode etik merupakan sekumpulan prinsip yang harus diikuti sebagai petunjuk bagi karyawan perusahaan atau anggota profesi. Beragamnya penerapan teknologi informasi dan meningkatnya penggunaan teknologi telah menimbulkan berbagai variasi isu etika.
Setujunya, setiap bidang profesi memiliki aturan-aturan/hukum-hukum yang mengatur bagaimana seorang profesional berfikir dan bertindak. Seseorang yang melanggar Kode Etik dikenakan sanksi. Sanksi yang dikenakan adalah mulai dari yang paling ringan, yaitu sekedar mendapat sebutan “tidak profesional” sampai pada pencabutan ijin praktek, bahkan hukuman pidana pun bisa terjadi.
Sebagai salah satu bidang profesi, Information Technology (IT) bukan pengecualian, diperlukan aturan-aturan tersebut yang mengatur bagaimana para IT profesional ini melakukan kegiatannya. Sejauh yang pernah saya baca, belum ada Kode Etik khusus yang ditujukan kepada IT Profesional di Indonesia. Memang sudah ada beberapa kegiatan yang mengarah ke terbentuknya Kode Etik ini. Dalam postingan kali ini, saya ingin mengenalkan Kode Etik yang dibuat oleh IEEE Computer Society dan ACM yang ditujukan khusus kepada Software Engineer sebagai salah satu bidang yang perannya makin meningkat di IT.
Ada lima aktor yang perlu diperhatikan:
1. Publik
2. Client
3. Perusahaan
4. Rekan Kerja
5. Diri Sendiri
Karyawan IT di client mestinya juga mengadopsi Kode Etik tersebut, sehingga bisa terjalin hubungan profesional antara konsultan dengan client. Bertindak fair terhadap kolega juga berlaku bagi karyawan IT di organisasi client dalam memperlakukan vendornya. Apabila dua perusahaan telah sepakat untuk bekerja sama membangun suatu software, maka para profesional IT di kedua perusahaan tersebut harus dapat bekerja sama dengan fair sebagai sesama profesional IT . Beberapa perlakuan yang tidak fair terhadap kolega, antara lain:
Ø Dalam ruang lingkup TI, sebagai seorang profesional kita mempunyai tanggung jawab untuk menerapkan etika profesi teknologi informasi yang memuat kajian ilmiah mengenai prinsip atau norma-norma dalam kaitannya dengan hubungan antara professional atau developer TI dengan klien, antara para professional sendiri, dan antara organisasi profesi serta organisasi profesi dengan pemerintah. Salah satu bentuk hubungan seorang professional dengan klien (pengguna jasa) misalnya dalam pembuatan sebuah program aplikasi.
Ø Dalam pembuatan program, seorang profesional tidak dapat membuat program sesuai kehendaknya, tapi ada beberapa hal/etika/aturan yang harus diperhatikan dari mulai awal pembuatan program sampai program tersebut selesai. Dia harus bisa mempertimbangkan dan memperhatikan untuk apa program tersebut dibuat sesuai kebutuhan kliennya.
Ø Seorang profesional harus mampu berfikir bagaimana menerapkan dan membuat keamanan (security) pada sistem kerja program aplikasi yang dibuatnya agar terproteksi dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab yang dapat mengacaukan sistem seperti : hacker, cracker, dan sebagainya.
Pada postingan kali ini akan membahas mengenai Ciri-ciri profesionalisme di bidang IT dan kode etik profesional yang seperti apa yang harus dipunyai oleh seorang IT.
Etika merupakan suatu cabang filosofi yang berkaitan dengan apa saja yang dipertimbangkan baik dan salah. Ada beberapa definisi mengenai etika antara lain :
· Kode moral dari suatu profesi tertentu
· Standar penyelenggaraan suatu profesi tertentu
· Persetujuan diantara manusia untuk melakukan yang benar dan menghindari yang salah.
Ada tiga hal pokok yang merupakan fungsi dari kode etik profesi :
1. Kode etik profesi memberikan pedoman bagi setiap anggota profesi tentang prinsip profesionalitas yang digariskan. Maksudnya bahwa dengan kode etik profesi, pelaksana profesi mampu mengetahui suatu hal yang boleh dia lakukan dan tidak boleh dilakukan.
2. Kode etik profesi merupakan sarana kontrol sosial bagi masyarakat atas profesi yang bersangkutan. Maksudnya bahwa etika profesi dapat memberikan suatu pengetahuan kepada masyarakat agar juga dpat memahami arti pentingnya suatu profesi, sehingga memungkinkan pengontrolan terhadap para pelaksana di lapangan kerja (kalangan social).
3. Kode etik profesi mencegah campur tangan pihak di luar organisasi profesi tentang hubungan etika dalam keanggotaan profesi. Arti tersebut dapat dijelaskan bahwa para pelaksana profesi pada suatu instansi atau perusahaan yang lain tidak boleh mencampuri pelaksanaan profesi di lain instansi atau perusahaan.
Teknologi Informasi ( IT ) merupakan teknologi yaag selalu berkembang baik secara revolusioner ( seperti misalnya perkembangan dunia perangkat keras ) maupun yang lebih bersifat evolusioner ( seperti yang terjadi pada perkembangan perangkat lunak ).
Hal itu mengakibatkan bahwa pekerjaan di bidang Teknologi Informasi menjadi suatu pekerjaan di mana pelakunya harus terus mengembangkan ilmu yang dimilikinya untuk mengikuti perkembangan Teknologi Informasi tersebut. Artinya, seseorang yang sudah sampai pada level “ahli” di satu bidang pada saat ini, bisa ketinggalan pada bidang yang sama di masa depan jika tidak mengikuti perkembangan yang ada.
1. Peningkatan Profesionalisme
Syarat profesionalisme yang harus dimiliki pekerja IT :
1) Dasar ilmu yang kuat dalam bidangnya sebagai bagian dari masyarakat teknologi dan masyarakat ilmu pengetahuan abad 21.
2) Penguasaan kiat-kiat profesi yang dilakukan berdasarkan riset dan praktis, bukan hanya merupakan teori atau konsep.
3) Pengembangan kemampuan profesional berkesinambungan.
Penyebab rendahnya profesionalisme pekerja IT :
1) Masih banyak pekerja IT yang tidak menekuni profesinya secara total.
2) Belum adanya konsep yang jelas dan terdefinisi tentang norma dan etika profesi pekerja dibidang IT.
3) Masih belum ada organisasi profesional yang menangani para profesional dibidang IT.
2. Mempesiapkan SDM
Contoh program pendidikan Indonesia yang berkaitan dengan Teknologi Informasi :
1) Program Sekolah 2000
2) Program SMK Teknologi Informasi
3) Program Diploma Teknologi Informasi
4) Program Pendidikan Sarjana Teknologi Informasi
3. Menjadi Profesional dengan sertifikasi
Alasan pentingnya sertifikasi profesionalisme dibidang IT :
1) Bahwa untuk menuju pada level yang diharapkan, pekerjaan di bidang TI membutuhkan expertise.
2) Bahwa profesi dibidang TI, dapat dikatakan merupakan profesi menjual jasa dan bisnis jasa bersifat kepercayaan.
4. Manfaat adanya sertifikasi profesionalisme :
1) Ikut berperan dalam menciptakan lingkungan kerja yang lebih professional
2) Pengakuan resmi pemerintah tentang tingkat keahlian individu terhadap sebuah profesi
3) Pengakuan dari organisasi profesi sejenis, baik tingkat regional maupun internasional
4) Membuka akses lapangan pekerjaan secara nasional, regional maupun internasional
5) Memperoleh peningkatan karier dan pendapatan sesuai perimbangan dengan pedoman skala yang diberlakukan
Tugas, Wewenang dan Fungsi Kepolisian
Pada hakekatnya tugas pokok Polri adalah menegakkan hukum, membina keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) serta pelayanan dan pengayom masyarakat. Secara sektoral tugas pelayanan Polri kepada masyarakat dapat dikelompokkan ke dalam struktur fungsi-fungsi sebagai berikut :
1. Fungsi Intelpam
1. Upaya pengamanan masyarakat terhadap segala bentuk ancaman untuk menghilangkan kerawanan-kerawanan Kamtibmas,
2. Upaya pengamanan, pengawasan, perlindungan, dan penindakan terhadap orang asing,
3. Penyidikan terhadap kasus-kasus pelanggaran ketentuan perundang-undangan tentang orang asing,
4. Pengamanan dan pengawasan perizinan senjata api, amunisi dan bahan peledak serta alat/bahan berbahaya lainnya,
5. Penyelidikan terhadap penyimpan/penimbunan, penggunaan, pemindahan tangan senjata api, amunisi dan bahan peledak serta alat/bahan berbahaya lainnya termasuk radio aktif yang bukan organik ABRI,
6. Upaya pengamanan atau pengawasan kegiatan masyarakat.
2. Fungsi Serse
1. Menerima laporan/pengaduan,
2. Mendatangi TKP,
3. Melakukan penindakan.
3. Fungsi Samapta
1. Menyelenggarakan dan melaksanakan tugas-tugas penjagaan, pengawalan,patroli dan tindakan pertama ditempat kejadian (TPTKP),
2. Memberikan pertolongan dalam rangka SAR,
4. Fungsi Lantas
1. Surat Izin Mengemudi,
2. Surat Tanda Kendaraan bermotor,
3. Buku Pemilik kendaraan Bermotor,
4. Menyelenggarakan pengawalan,
5. Menangani laka lintas,
6. Menyelenggarakan peraturan lalu lintas.
5. Fungsi Bimmas
1. Membimbing, mendorong, mengarahkan dan menggerakkan, masyarakat guna terwujudnya daya tangkal dan daya cegah,
2. Tumbuhnya daya perlawanan masyarakat terhadap kriminalitas serta terwujudnya ketaatan serta kesadaran hukum masyarakat,
3. Pembinaan potensi masyarakat untuk memelihara dan menciptakan situasi dan kondisi masyarakat yang menguntungkan bagi pelaksanaan tugas kepolisian serta mencegah timbul faktor kriminogen,
4. Pembinaan keamanan swakarsa,
5. Menyelenggarakan dan memberikan bimbingan dan penyuluhan,
6. Pembinaan dan bimbingan terhadap remaja dan anak-anak, kenakalan remaja.
6. Fungsi Pembinaan Personnel
Fungsi ini dimasukkan ke dalam tugas-tugas pelayanan masyarakat mengingat dalam kenyataan sehari-harinya juga melayani para Purnawirawan,warakauri dan sebagian kelompok pemuda dalam rangka :
· Penerimaan dan seleksi personel baru,
· Administrasi pengakhiran dinas termasuk pembinaan administrasi purnawirawan/warakauri dan yatim piatu keluarga besar Polri.
Untuk melaksanakan tugas dan fungsi tersebut, kepada masing-masing anggota polisi diberi wewenang. Wewenang kepolisian diatur dalam pasal 15 Undang-Undang No. 28 Tahun 1997 :
a. Menerima laporan dan pengadaan.
b. Melakukan tindakan pertama di tempat kejadian.
c. Mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang.
d. Mencari keterangan dan barang bukti.
e. Menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal Nasional.
f. Membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat menganggu ketertiban umum.
g. Mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat.
h. Mengawasi aliran kepercayaan yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan dan kesatuan bangsa.
i. Memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan putusan pengadilan kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakat.
j. Melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian dalam rangka pencegahan.
k. Menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu.
l. Mengeluarkan surat izin dan/atau surat keterangan yang diperlukan dalam rangka pelayanan.
m. Mengeluarkan peraturan Kepolisian dalam lingkup kewenangan administratif Kepolisian yang mengikat warga masyarakat.
Konsep Diskresi Kepolisian
Konsep mengenai diskresi Kepolisian terdapat dalam pasal 18 Undang-undang Kepolisian Nomor 2 tahun 2002, yang berbunyi :
1. Untuk kepentingan umum, pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri.
2. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan dalam keadaan yang sangat perlu dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan serta Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Rumusan kewenangan Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam pasal 18 ayat (1) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 ini merupakan kewenangan yang bersumber dari asas kewajiban umum Kepolisian (plichtmatigheids beginsel) taitu suatu asas yang memberikan kewenangan kepada pejabat kepolisian untuk bertindak atau tidak bertindak menurut penilaiannya sendiri, dalam rangka kewajiban umumnya menjaga, memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum.
Secara umum, kewenangan ini dikenal sebagai “diskresi kepolisian” yang keabsahannya didasarkan pada pertimbangan keperluannya untuk tugas kewajiban (PFLICHTMASSIGES ERMESSEN). Substansi Pasal 18 ayat (1) Undang-undang Kepolisian Nomor 2 Tahun 2002 merupakan konsep kewenangan kepolisian yang baru diperkenalkan walaupun dalam kenyataan sehari-hari selalu digunakan. Oleh karena itu, pemahaman tentang “diskresi kepolisian” dalam pasal 18 ayat (1) harus dikaitkan juga dengan konsekuensi pembinaan profesi yang diatur dalam pasal 1, 32, dan 33 Undang-undang Nomor 2 tahun 2002 sehingga terlihat adanya jaminan bahwa petugas Kepolisisan Negara Republik Indonesia akan mampu mengambil tindakan secara tepat dan professional berdasarkan penilaiannya sendiri dalam rangka pelaksanaan tugasnya.Rumusan dalam pasal 18 ayat (2) merupakan rambu-rambu bagi pelaksanaan “diskresi” sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu selain asas keperluan, tindakan diskresi tetap harus sesuai dan memperhatikan peraturan perundang undangan serta kode etik profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Pada awal tahun 1985 kita hanya mengenal istilah “Kode Etik Polri” , Kode Etik Polri ini ditetapkan oleh Kapolri dengan Surat Keputusan Kapolri No. Pol. : Skep/213/VII/1985 tanggal 1 Juli 1985 yang selanjutnya naskah dimaksud terkenal dengan “Naskah Ikrar Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia beserta pedoman pengamalannya” , yang biasa di ucapkan /diikrarkan sesaat menjelang akhir suatu pendidikan. Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1997 dimana pada pasal 23 mempersyaratkan adanya Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia, maka pada tanggal 7 Maret 2001 diterbitkan buku Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan Keputusan Kapolri No. Pol. : KEP/05/III/2001, serta Kep. Kapolri No.Pol : KEP/04/III/2001 tentang Buku Petunjuk Administrasi Komisi Kode Etik Polri. Adapun landasan dari Kode Etik Profesi Polri ini adalah UU. Kepolisian No. 28/ 1997.
Seiring dengan dikeluarkannya UU Kepolisian yang baru yaitu UU No. 2 tahun 2002, terdapat pula beberapa perubahan terhadap Kode Etik Profesi Polri. Pada UU.No.2/2002, yaitu pada bab V (pasal 31s/d 35) mengatur secara khusus mengenai “Pembinaan Profesi” (Polri). Salah satu upaya dalam rangka pembinaan Profesi Polri adalah melalui Pembinaan Etika Profesi, yaitu seperti pada pasal 32 (1) UU. No 2/2002 , yang berbunyi :
“Pembinaan kemampuan profesi pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia diselenggarakan melalui pembinaan etika profesi…..”.
Selanjutnya etika profesi ini kemudian diwujudkan pada apa yang disebut dengan Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia, seperti yang diatur pada pasal 34 dan 35 UU. No. 2/2002 :
· “Pasal 34 :
1) Sikap dan perilaku pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia terikat pada Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.
2) Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat menjadi pedoman bagi pengemban fungsi kepolisian lainnya dalam melaksanakan tugas sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di lingkungannya.(3) Ketentuan mengenai Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia diatur dengan Keputusan Kapolri.
· Pasal 35:
1) Pelanggaran terhadap Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia oleh pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia diselesaikan oleh Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia.
2) Ketentuan mengenai susunan organisasi dan tata kerja Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia diatur dengan Keputusan Kapolri.” Ketentuan yang berkaitan dengan Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia, sesuai dengan amanat Undang-undang No.2/2002 pasal 34 & 35 kemudian di wujudkan melalui Kep. Kapolri No.Pol. : KEP/01/ VII/2003, tentang Naskah Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Kode etik ini adalah merupakan pedoman perilaku dan moral bagi anggota polri bagi anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, sebagai upaya pemuliaan terhadap profesi kepolisian, yang berfungsi sebagai pembimbing pengabdian, sekaligus menjadi pengawas hati nurani setiap anggota agar terhindar dari perbuatan tercela dan penyalahgunaan wewenang.Kode etik profesi Kepolisian adalah merupakan kristalisasi nilai-nilai yang terkandung dalam Tri Brata dan Catur Prasetya bersifat Normatif Praktis sehingga dapat digunakan untuk menilai kepatuhan dan kelayakan tindakan dari segi persyaratan teknis profesi .
Etika profesi Kepolisian memuat 3 (tiga) substansi etika yaitu Etika Pengabdian, Kelembagaan dan Kenegaraan, yang pengertiannya adalah :
· Etika pengabdian; merupakan komitmen moral setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia terhadap profesinya sebagai pemelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, penegak hukum serta pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat. Etika Pengabdian pada Kode Etik Profesi Kepolisian di jabarkan dalam pasal 1 s/d 7.
· Etika kelembagaan; merupakan komitmen moral setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia terhadap institusinya yang menjadi wadah pengabdian dan patut dijunjung tinggi sebagai ikatan lahir batin dari semua insan Bhayangkara dengan segala martabat dan kehormatannya. Etika Kelemagaan dijabarkan pada pasal 8 s/d 12
· Etika kenegaraan; merupakan komitmen moral setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dan institusinya untuk senantiasa bersikap netral, mandiri dan tidak terpengaruh oleh kepentingan politik, golongan dalam rangka menjaga tegaknya hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Etika Kenegaraan ini dijabarkan pada pasal 13 s/d 16.
Kode etik Profesi Kepolisian (KEP. Kapolri No. : KEP/01/VII/ 2003) yang baru ini lebih operasional dibanding dengan Kode Etik Profesi sebelumnya (Kep Kapolri No. : Kep/04/III/2001 dan Kep/05/III/2001) , hal ini dikarenakan pada Kode Etik Profesi Kepolisian yang baru masing-masing bentuk etika (Pengabdian, Kelembagaan dan Kenegaraan) diatur perilaku-perilaku yang Etis dan yang tidak Etis lebih rinci, sehingga ada batasan jelas yang dibakukan, selain itu juga diatur pula bentuk sanksinya dan cara penegakannya.
Langkah apa saja yang telah dilakukan oleh pihak kepolisian menuju tercapainya PROFESIONALISME
Untuk mewujudkan tugas pokok tersebut tentunya perlu dukungan dari masyarakat. Partisipasi masyarakat dalam mewujudkan keamanan dan ketertiban serta penegakan hukum adalah sangat penting. Partisipasi itu bisa terwujud apabila masyarakat merasa memiliki dan mencintai Polri. Hal itu bisa terwujud jika Polri dapat merebut hati masyarakat, dekat dengan masyarakat dengan menunjukkan sikap, perilaku, dan pelayanan yang baik kepada masyarakat.
Harapan Masyarakat terhadap Kinerja Polri Harapan masyarakat sudah banyak disebutkan pada perbincangan sebelumnya, yang pada intinya masyarakat ingin agar Polri dapat mewujudkan tugas pokoknya dengan baik, yang dilandasi oleh moralitas, profesionalisme sebagai polisi sipil, dan memiliki kedekatan dengan rakyat yang positif. Harapan itu sebenarnya tidak berlebihan. Untuk itu, setiap anggota Polri juga harus memperhatikan beberapa hal, yaitu:
1. Mengenal diri, artinya tahu dan paham, dan menghayati benar siapa dirinya (sebagai anggota polisi sipil), paham dan menghayati tugasnya dan bagaiman melakukan tugas dengan baik, serta memahami apa yang menjadi keharusan dan larangannya.
2. Integritas pribadi, artinya bersikap jujur, adil, dan amanah dalam melakukan tugas.
3. Pengendalian diri, yang berarti dapat menunda gratifikasi dan bertindak secara proporsional serta tidak emosional.
4. Komitmen dan konsistensi, artinya memiliki tekad yang kuat untuk menjadi polisi yang baik sebagai pelindung, pengayom,dan pelayan masyarakat.
5. Kepercayaan diri, artinya dalam melaksanakan tugas tidak bersikap ragu-ragu, tegas tetapi tetap terukur dan tetap sopan santun.
6. Fleksibel, berarti tidak bersifat kaku dalam bertindak.
SEORANG PROGRAMER
Dalam setiap profesi kita butuh memiliki sikap profesionalisme, apaun itu bidangnya yang sedang anda lakukan. Kita juga perlu mengetahui kode etik professional yang harus dimiliki oleh seorang IT. Dan berikut adalah ciri-ciri profesionalisme yang dibutuhkan seorang IT:
· Memiliki pengetahuan yang tinggi di bidang TI
· Memiliki ketrampilan yang tinggi di bidang TI
· Memiliki pengetahuan yang luas tentang manusia dan masyarakat, budaya, seni, sejarah dan komunikasi
· Tanggap tehadap masalah client, paham terhadap isu-isu etis serta tata nilai kilen-nya
· Mampu melakukan pendekatan multidispliner
· Mampu bekerja sama (Team Work)
· Bekerja dibawah disiplin etika
· Mampu mengambil keputusan didasarkan kepada kode etik, bila dihadapkan pada situasi dimana pengambilan keputusan berakibat luas terhadap masyarakat
Kode Etika Profesional
Pengertian kode etik profesi
Kode etik profesi merupakan sarana untuk membantu para pelaksana sebagai seseorang yang professional supaya tidak dapat merusak etika profesi. Kode etik merupakan sekumpulan prinsip yang harus diikuti sebagai petunjuk bagi karyawan perusahaan atau anggota profesi. Beragamnya penerapan teknologi informasi dan meningkatnya penggunaan teknologi telah menimbulkan berbagai variasi isu etika.
Setujunya, setiap bidang profesi memiliki aturan-aturan/hukum-hukum yang mengatur bagaimana seorang profesional berfikir dan bertindak. Seseorang yang melanggar Kode Etik dikenakan sanksi. Sanksi yang dikenakan adalah mulai dari yang paling ringan, yaitu sekedar mendapat sebutan “tidak profesional” sampai pada pencabutan ijin praktek, bahkan hukuman pidana pun bisa terjadi.
Sebagai salah satu bidang profesi, Information Technology (IT) bukan pengecualian, diperlukan aturan-aturan tersebut yang mengatur bagaimana para IT profesional ini melakukan kegiatannya. Sejauh yang pernah saya baca, belum ada Kode Etik khusus yang ditujukan kepada IT Profesional di Indonesia. Memang sudah ada beberapa kegiatan yang mengarah ke terbentuknya Kode Etik ini. Dalam postingan kali ini, saya ingin mengenalkan Kode Etik yang dibuat oleh IEEE Computer Society dan ACM yang ditujukan khusus kepada Software Engineer sebagai salah satu bidang yang perannya makin meningkat di IT.
Ada lima aktor yang perlu diperhatikan:
1. Publik
2. Client
3. Perusahaan
4. Rekan Kerja
5. Diri Sendiri
Karyawan IT di client mestinya juga mengadopsi Kode Etik tersebut, sehingga bisa terjalin hubungan profesional antara konsultan dengan client. Bertindak fair terhadap kolega juga berlaku bagi karyawan IT di organisasi client dalam memperlakukan vendornya. Apabila dua perusahaan telah sepakat untuk bekerja sama membangun suatu software, maka para profesional IT di kedua perusahaan tersebut harus dapat bekerja sama dengan fair sebagai sesama profesional IT . Beberapa perlakuan yang tidak fair terhadap kolega, antara lain:
Ø Dalam ruang lingkup TI, sebagai seorang profesional kita mempunyai tanggung jawab untuk menerapkan etika profesi teknologi informasi yang memuat kajian ilmiah mengenai prinsip atau norma-norma dalam kaitannya dengan hubungan antara professional atau developer TI dengan klien, antara para professional sendiri, dan antara organisasi profesi serta organisasi profesi dengan pemerintah. Salah satu bentuk hubungan seorang professional dengan klien (pengguna jasa) misalnya dalam pembuatan sebuah program aplikasi.
Ø Dalam pembuatan program, seorang profesional tidak dapat membuat program sesuai kehendaknya, tapi ada beberapa hal/etika/aturan yang harus diperhatikan dari mulai awal pembuatan program sampai program tersebut selesai. Dia harus bisa mempertimbangkan dan memperhatikan untuk apa program tersebut dibuat sesuai kebutuhan kliennya.
Ø Seorang profesional harus mampu berfikir bagaimana menerapkan dan membuat keamanan (security) pada sistem kerja program aplikasi yang dibuatnya agar terproteksi dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab yang dapat mengacaukan sistem seperti : hacker, cracker, dan sebagainya.
Pada postingan kali ini akan membahas mengenai Ciri-ciri profesionalisme di bidang IT dan kode etik profesional yang seperti apa yang harus dipunyai oleh seorang IT.
Etika merupakan suatu cabang filosofi yang berkaitan dengan apa saja yang dipertimbangkan baik dan salah. Ada beberapa definisi mengenai etika antara lain :
· Kode moral dari suatu profesi tertentu
· Standar penyelenggaraan suatu profesi tertentu
· Persetujuan diantara manusia untuk melakukan yang benar dan menghindari yang salah.
Ada tiga hal pokok yang merupakan fungsi dari kode etik profesi :
1. Kode etik profesi memberikan pedoman bagi setiap anggota profesi tentang prinsip profesionalitas yang digariskan. Maksudnya bahwa dengan kode etik profesi, pelaksana profesi mampu mengetahui suatu hal yang boleh dia lakukan dan tidak boleh dilakukan.
2. Kode etik profesi merupakan sarana kontrol sosial bagi masyarakat atas profesi yang bersangkutan. Maksudnya bahwa etika profesi dapat memberikan suatu pengetahuan kepada masyarakat agar juga dpat memahami arti pentingnya suatu profesi, sehingga memungkinkan pengontrolan terhadap para pelaksana di lapangan kerja (kalangan social).
3. Kode etik profesi mencegah campur tangan pihak di luar organisasi profesi tentang hubungan etika dalam keanggotaan profesi. Arti tersebut dapat dijelaskan bahwa para pelaksana profesi pada suatu instansi atau perusahaan yang lain tidak boleh mencampuri pelaksanaan profesi di lain instansi atau perusahaan.
Teknologi Informasi ( IT ) merupakan teknologi yaag selalu berkembang baik secara revolusioner ( seperti misalnya perkembangan dunia perangkat keras ) maupun yang lebih bersifat evolusioner ( seperti yang terjadi pada perkembangan perangkat lunak ).
Hal itu mengakibatkan bahwa pekerjaan di bidang Teknologi Informasi menjadi suatu pekerjaan di mana pelakunya harus terus mengembangkan ilmu yang dimilikinya untuk mengikuti perkembangan Teknologi Informasi tersebut. Artinya, seseorang yang sudah sampai pada level “ahli” di satu bidang pada saat ini, bisa ketinggalan pada bidang yang sama di masa depan jika tidak mengikuti perkembangan yang ada.
1. Peningkatan Profesionalisme
Syarat profesionalisme yang harus dimiliki pekerja IT :
1) Dasar ilmu yang kuat dalam bidangnya sebagai bagian dari masyarakat teknologi dan masyarakat ilmu pengetahuan abad 21.
2) Penguasaan kiat-kiat profesi yang dilakukan berdasarkan riset dan praktis, bukan hanya merupakan teori atau konsep.
3) Pengembangan kemampuan profesional berkesinambungan.
Penyebab rendahnya profesionalisme pekerja IT :
1) Masih banyak pekerja IT yang tidak menekuni profesinya secara total.
2) Belum adanya konsep yang jelas dan terdefinisi tentang norma dan etika profesi pekerja dibidang IT.
3) Masih belum ada organisasi profesional yang menangani para profesional dibidang IT.
2. Mempesiapkan SDM
Contoh program pendidikan Indonesia yang berkaitan dengan Teknologi Informasi :
1) Program Sekolah 2000
2) Program SMK Teknologi Informasi
3) Program Diploma Teknologi Informasi
4) Program Pendidikan Sarjana Teknologi Informasi
3. Menjadi Profesional dengan sertifikasi
Alasan pentingnya sertifikasi profesionalisme dibidang IT :
1) Bahwa untuk menuju pada level yang diharapkan, pekerjaan di bidang TI membutuhkan expertise.
2) Bahwa profesi dibidang TI, dapat dikatakan merupakan profesi menjual jasa dan bisnis jasa bersifat kepercayaan.
4. Manfaat adanya sertifikasi profesionalisme :
1) Ikut berperan dalam menciptakan lingkungan kerja yang lebih professional
2) Pengakuan resmi pemerintah tentang tingkat keahlian individu terhadap sebuah profesi
3) Pengakuan dari organisasi profesi sejenis, baik tingkat regional maupun internasional
4) Membuka akses lapangan pekerjaan secara nasional, regional maupun internasional
5) Memperoleh peningkatan karier dan pendapatan sesuai perimbangan dengan pedoman skala yang diberlakukan
0 comment:
Post a Comment